Pakaian Adat Kalimantan Barat
Pakaian adat merupakan representasi dari kebudayaan yang berwujud material. Baju adat ini memiliki nilai yang penting bagi sejarah budaya dan perkembangannya. Selain itu, juga merepresentasikan warisan dan kemajuan masyarakat dalam sebuah fase peradaban. Lantas, apa yang menjadi pakaian adat Kalimantan Barat yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam etnis?
Provinsi Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi yang penduduknya terdiri dari berbagai macam etnis. Mulai dari Etnis Melayu, Tionghoa, Jawa, Madura, Bugis, Sunda, Batak, Banjar, dan beberapa etnis lainnya ada di sini. Namun, etnis mayoritas di provinsi Kalimantan Barat ini adalah Dayak yang terdapat sekitar 34,93% dan Melayu sekitar 33,84% dari total penduduk Kalimantan Barat.
Alhasil, pakaian adat yang digunakan di Kalimantan Barat adalah pakaian melayu dan dayak. Sebab, pakaian adat biasanya identik dengan etnis asli atau etnis mayoritas pada suatu wilayah. Kedua etnis inilah yang kerap diidentikan kebudayaan Kalimantan Barat. Untuk pakaian adat Dayak, dibagi menjadi beberapa pakaian.
Baju adat Kalimantan Barat untuk pria bernama King Baba yang dalam bahasa dayak berarti pakaian laki-laki. Baju ini terbuat dari kulit kayu tanaman Ampuro yang merupakan tumbuhan endemic Kalimantan yang tinggi serat. Kulit kayu tanaman Ampuro juga dijadikan ikat kepala yang disselipkan bulu burung Enggang Gading khas Kalimantan. Kemudian dilengkapi dengan senjata bernama Mandau.
Sementara, pakaian perempuannya dinamakan King Bibinge yang terbuat dari bahan yang sama dengan yang digunakan pakaianadat laki-laki. Namun, untuk permepuan, pakaian ini dilengkapi dengan penutup dada atau stagen, kain bawahan, dan aksesoris ikat kepala berbulu burung Enggang Gading. Dilengkapi pula dengan manik-manik, kalung, gelang, dan anting.
Di wilayah perkotaan Kalimantan Barat, kedua jenis pakaian ini biasanya hanya digunakan pada aktivitas tertentu, misalnya upacara adat atau hari-hari besar Kaimantan Barat. Sedangkan, untuk suku-suku pedalaman yang masih hidup secara nomaden, seperti Dayak Kubu, masih menggunakannya sebagai pakaian harian untuk menjalankan ativitas harian, seperti bertani, berburu, upacara adat, dan lain sebagainya.